Karena banyak komentar, pro kontra posting saya terkait Islam
Nusantara, (yang bermula dari cemoohan Mama Dedeh), saya merasa perlu
klarifikasi lebih jelas, agar semua pihak tidak salah paham, silahkan
simak dengan baik, sebagai berikut :
Saya kaget dengar Mama Dedeh dengan nada tinggi, mencemooh "Islam Nusantara".
: "Coret , tidak ada itu Islam Nusantara, Islam cuma satu yang
rahmatan lil'alamin...."
Begitu kira-kira cemooh Mama Dedeh yang saya dengar langsung dari
sebuah stasiun TV.
Saya yakin Mama Dedeh tidak / belum paham apa yang dimaksudkan dengan
kalimat "Islam Nusantara" itu.
Sebagai ustadzah, selayaknya tabayyun dulu, agar mengerti apa yang
dimaksudkan dengan Islam Nusantara itu. Baru, silahkan kalau mau
komentar atau kritik. Jadi tidak berdasarkan prasangka buruk yang
subjektif tanpa pemahaman yang memadai.
Bahwa Islam itu satu, dunia juga sudah tau. Bahwa Islam itu rahmatan
lil'alamien, siapa yang mengingkarinya !? Justru karena rahmatan
lil'alamin, mudah dipahami bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh
ummat manusia tanpa kecuali. Ummat manusia yang bersuku-suku,
berbangsa-bangsa dengan berbagai warna kulit, lidah bahasa, budaya
yang beraneka ragam, sebagai sunnatullah.
Kehadiran Islam dalam setiap bangsa itu, tidak bisa tidak, dalam
penerapannya akan diwarnai dengan kultur budaya setiap bangsa. Itu
pula sebabnya, Wali Songo sangat berhasil menyebarkan Islam di
nusantara Indonesia tercinta. Islam yang bersahabat dengan budaya
sehat setiap bangsa. Misalnya busana Islam di Indonesia yang full
color warna warni, berbeda dengan di Arab Saudi yang hanya satu warna.
Sholawat orang Indonesia berbeda dengan Siria, Iran, Pakistan, Mesir
dstnya. Lidahnya berbeda, juga langgamnya berbeda. Itu sebuah
keniscayaan, sunnatullah, ciri dari masing-masing suku dan bangsa.
Mengingkarinya,seperti mengingkari bahwa matahari terbit dari timur.
Saya percaya, wacana Islam Nusantara itu, justru sebagai otokritik
muslimin Indonesia yang sebagian kecilnya, masih ada yang percaya
bahwa semua yang serba Arab sebagai lebih Islami. Pakaian Arab, irama
lagu Arab, budaya Arab Saudi dipercaya sebagai Islami. Justru
pemahaman seperti itu telah mereduksi makna "rahmatan lil'alamin"
menjadi tidak bermakna.
Kalau Arab Saudi cenderung menyelesaikan masalahnya dengan saling
bertengkar, sesat menyesatkan, kafir mengkafirkan, berperang dan
membunuh, itu jauh dari ajaran Islam, dan tidak selayaknya ditiru
generasi muda Islam Nusantara ini.
Adalah kenyataan yang memprihatinkan kita semua, tidak sedikit
remaja-remaja kita menjadi "mujahidin" bahkan siap jadi "pengantin"
bom bunuh diri, karena percaya bahwa yang Arabis pasti lebih Islam
dari Indonesia, karenanya layak ditiru. Sedang yang benar justru
sebaliknya. Kultur budaya Indonesia, cinta damai, rukun meski beragam,
menyelesaikan masalah dengan dialog dan musyawarah adalah Islami.
Upaya meng"arab"kan Islam harus dicegah. Justru Arab dewasa ini perlu
di"islam"kan ! Coba kita cermati misalnya, bendera Arab Saudi, La
ilaha illallah Muhammadur Rasulullah dengan ilustrasi dua sebilah
pedang terhunus, pastilah bagi Muslimin Nusantara Indonesia, itu
ganjil, gak nyambung untuk mengesankan Islam yang cinta damai sesuai
namanya, Islam.
Saya seringkali merasa bagaimana, misalnya, dalam program TV terkait
Islam, seringkali didekorasi dengan ilustrasi Onta, Piramid, dan semua
yang serba Arab. Sementara kita tau, bahwa Piramid itu adalah makam
fir'aun. Tapi dipakai juga untuk ilustrasi program Islami. Khan jadi
konyol, karena asal mengembik.
Harapan saya, gagasan sebutan Islam Nusantara yang diwacanakan akan
menjadi otokritik positif bagi kita semua muslimin Indonesia, yang
pada gilirannya merupakan ajakan teladan penerapan ajaran Islam yang
justru lebih Islami dan bersahabat dengan kultur budaya Nusantara.
Sama sekali bukan dimaksudkan sebagai lahirnya agama Islam model baru.
Nabi baru Quran baru Kiblat baru syari'at baru, sama sekali bukan
seperti itu.
Bagi yang sudah telanjur gemar gandrung dengan Islam gaya Arab Saudi,
silahkan saja, dan tidak perlu mencemooh, mengejek, merendahkan yang
suka dengan Islam gaya Nusantara tercinta.
Saya pribadi percaya, Islam Nusantara dalam arti muslimin Indonesia,
pada gilirannya akan menjadi contoh muslimin terbaik didunia, bila
para ustadz ustadzahnya, ulama, kiyai dan habaibnya, memiliki
pengetahuan yang memadai tentang Islam dan wawasan kebangsaan serta
kebudayaan Nusantara tercinta.
wallahu a'lam bisshowab
(Penulis : Haydar Yahya)
Nusantara, (yang bermula dari cemoohan Mama Dedeh), saya merasa perlu
klarifikasi lebih jelas, agar semua pihak tidak salah paham, silahkan
simak dengan baik, sebagai berikut :
Saya kaget dengar Mama Dedeh dengan nada tinggi, mencemooh "Islam Nusantara".
: "Coret , tidak ada itu Islam Nusantara, Islam cuma satu yang
rahmatan lil'alamin...."
Begitu kira-kira cemooh Mama Dedeh yang saya dengar langsung dari
sebuah stasiun TV.
Saya yakin Mama Dedeh tidak / belum paham apa yang dimaksudkan dengan
kalimat "Islam Nusantara" itu.
Sebagai ustadzah, selayaknya tabayyun dulu, agar mengerti apa yang
dimaksudkan dengan Islam Nusantara itu. Baru, silahkan kalau mau
komentar atau kritik. Jadi tidak berdasarkan prasangka buruk yang
subjektif tanpa pemahaman yang memadai.
Bahwa Islam itu satu, dunia juga sudah tau. Bahwa Islam itu rahmatan
lil'alamien, siapa yang mengingkarinya !? Justru karena rahmatan
lil'alamin, mudah dipahami bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh
ummat manusia tanpa kecuali. Ummat manusia yang bersuku-suku,
berbangsa-bangsa dengan berbagai warna kulit, lidah bahasa, budaya
yang beraneka ragam, sebagai sunnatullah.
Kehadiran Islam dalam setiap bangsa itu, tidak bisa tidak, dalam
penerapannya akan diwarnai dengan kultur budaya setiap bangsa. Itu
pula sebabnya, Wali Songo sangat berhasil menyebarkan Islam di
nusantara Indonesia tercinta. Islam yang bersahabat dengan budaya
sehat setiap bangsa. Misalnya busana Islam di Indonesia yang full
color warna warni, berbeda dengan di Arab Saudi yang hanya satu warna.
Sholawat orang Indonesia berbeda dengan Siria, Iran, Pakistan, Mesir
dstnya. Lidahnya berbeda, juga langgamnya berbeda. Itu sebuah
keniscayaan, sunnatullah, ciri dari masing-masing suku dan bangsa.
Mengingkarinya,seperti mengingkari bahwa matahari terbit dari timur.
Saya percaya, wacana Islam Nusantara itu, justru sebagai otokritik
muslimin Indonesia yang sebagian kecilnya, masih ada yang percaya
bahwa semua yang serba Arab sebagai lebih Islami. Pakaian Arab, irama
lagu Arab, budaya Arab Saudi dipercaya sebagai Islami. Justru
pemahaman seperti itu telah mereduksi makna "rahmatan lil'alamin"
menjadi tidak bermakna.
Kalau Arab Saudi cenderung menyelesaikan masalahnya dengan saling
bertengkar, sesat menyesatkan, kafir mengkafirkan, berperang dan
membunuh, itu jauh dari ajaran Islam, dan tidak selayaknya ditiru
generasi muda Islam Nusantara ini.
Adalah kenyataan yang memprihatinkan kita semua, tidak sedikit
remaja-remaja kita menjadi "mujahidin" bahkan siap jadi "pengantin"
bom bunuh diri, karena percaya bahwa yang Arabis pasti lebih Islam
dari Indonesia, karenanya layak ditiru. Sedang yang benar justru
sebaliknya. Kultur budaya Indonesia, cinta damai, rukun meski beragam,
menyelesaikan masalah dengan dialog dan musyawarah adalah Islami.
Upaya meng"arab"kan Islam harus dicegah. Justru Arab dewasa ini perlu
di"islam"kan ! Coba kita cermati misalnya, bendera Arab Saudi, La
ilaha illallah Muhammadur Rasulullah dengan ilustrasi dua sebilah
pedang terhunus, pastilah bagi Muslimin Nusantara Indonesia, itu
ganjil, gak nyambung untuk mengesankan Islam yang cinta damai sesuai
namanya, Islam.
Saya seringkali merasa bagaimana, misalnya, dalam program TV terkait
Islam, seringkali didekorasi dengan ilustrasi Onta, Piramid, dan semua
yang serba Arab. Sementara kita tau, bahwa Piramid itu adalah makam
fir'aun. Tapi dipakai juga untuk ilustrasi program Islami. Khan jadi
konyol, karena asal mengembik.
Harapan saya, gagasan sebutan Islam Nusantara yang diwacanakan akan
menjadi otokritik positif bagi kita semua muslimin Indonesia, yang
pada gilirannya merupakan ajakan teladan penerapan ajaran Islam yang
justru lebih Islami dan bersahabat dengan kultur budaya Nusantara.
Sama sekali bukan dimaksudkan sebagai lahirnya agama Islam model baru.
Nabi baru Quran baru Kiblat baru syari'at baru, sama sekali bukan
seperti itu.
Bagi yang sudah telanjur gemar gandrung dengan Islam gaya Arab Saudi,
silahkan saja, dan tidak perlu mencemooh, mengejek, merendahkan yang
suka dengan Islam gaya Nusantara tercinta.
Saya pribadi percaya, Islam Nusantara dalam arti muslimin Indonesia,
pada gilirannya akan menjadi contoh muslimin terbaik didunia, bila
para ustadz ustadzahnya, ulama, kiyai dan habaibnya, memiliki
pengetahuan yang memadai tentang Islam dan wawasan kebangsaan serta
kebudayaan Nusantara tercinta.
wallahu a'lam bisshowab
(Penulis : Haydar Yahya)
Artikel Terkait
- Plugin Wordpress Paling Baik
- Website Berandaiklan.com Menggunakan Aplikasi Plugin Pasang Iklan Yang Lebih Baik
- Lindungi Situs Pasang Iklan Anda Dari Duplicate Content Dengan Plugin Trash Duplicates And 301 Redirection
- Goblognya Orang Yang Terpengaruh Isu Peperangan Sunni-Syi'ah
- Ketika Jakarta Digoncang Bom
- Pasang Iklan Baris Gratis Di Situs Berandaiklan.com
- Sabda Pandhita Ratu
- Nasehat Orang Tua Yang Sederhana
- Keajaiban Kebaikan
- Jangan Putus Asa
- Aktifitas Hari Ini
- Di Manakah Keadilan?
- Pengertian Tabarruk
- Galeri Alumnus UNIAT Jakarta Tahun 1991-1998
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Luruh
- Brand Hijacking
- Sadar Tapi Tak Sadar
- Kamu Tau Nggak Kalau "Banci" dan "Homo Sex" Itu Penyakit Menular?
- Mempersiapkan Kehidupan Yang Istiqomah Di Rumah
- Membiasakan Anak-Anak Untuk Bekerja Membantu Orang Tua
Komentar