saat dedaunan tak lagi luruh,
kekeringan menepiskan debu,
menghapuskan jejak langkahmu,
aku diam sejenak,
melupakan tawa dan perih,
berdoa,
meninggalkan petaka karma
dari jiwa sebatang kara ini.
Burung camar mengarungi samudera,
makin menjauh seperti jauhnya hatimu dari hatiku,
mungkin aku masih menunggumu di sini,
di bandara ini,
tapi bukan untuk cinta kita,
bukan.
Berhentilah mengutuk,
karena langit telah penuh dengan keluhan kesahmu,
berhentilah merajuk,
tangismu tak lebih indah dari senyuman kecut.
Gersang,
kau tau bukan apa itu gersang?
Serupa hamparan pasir tanpa padang ilalang,
tanpa gubug tempat berteduh dan seteguk air.
Aku tau kau laksana titik embun di pucuk daun,
bening dan suci di hutan yang rimbun,
berhentilah mengutuk,
karena langit telah penuh dengan keluhan kesahmu,
berhentilah merajuk,
tangismu tak lebih indah dari senyuman kecut,
berhentilah menanyakan siapa diri ini,
karena diriku tak pernah menjadi sejarah dan prasasti.
Artikel Terkait
- Nasehat Orang Tua Yang Sederhana
- Keajaiban Kebaikan
- Jangan Putus Asa
- Aktifitas Hari Ini
- Di Manakah Keadilan?
- Pengertian Tabarruk
- Galeri Alumnus UNIAT Jakarta Tahun 1991-1998
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Luruh
- Brand Hijacking
- Sadar Tapi Tak Sadar
- Kamu Tau Nggak Kalau "Banci" dan "Homo Sex" Itu Penyakit Menular?
- Mempersiapkan Kehidupan Yang Istiqomah Di Rumah
- Membiasakan Anak-Anak Untuk Bekerja Membantu Orang Tua
- Fokus Pada Pekerjaan Yang Kita hadapi
- Mencermati Perubahan Iklim
- Indah Bersama Mereka
- Rejeki Tak Kan Kemana
- Keseimbangan Antara Otak Kanan Dan Kiri
- Otak Kanan Dalam Islam
- Fungsi Otak Kanan Dan Otak Kiri
Komentar