Aku tahu jiwamu mengangis,
meratap sedih merintih perih,
memikirkan nasib negeri ini.
Aku tahu jiwamu menangis,
negeri ini berguncang berkali-kali,
negeri ini penuh torehan belati,
penuh anak durhaka,
penuh pembunuhan dan pemerkosaan.
Aku tahu jiwamu mengangis,
tapi kau coba tutupi dengan canda dan ketawa,
tak perlu sedu sedan itu,
tak perlu keputusasaan itu,
tak perlu ini dan itu, katanya.
Tapi jiwamu yang menangis sesungguhnya mengerti,
negeri ini akan hancur binasa.
Kau padamkan api cemburu,
kau tusuk pejuang-pejuang suci dari belakang,
bahkan kau corengkan arang di mukamu sendiri.
Dalam kekalutan kau berpetualang,
menebar janji demi setitik kekuasaan,
dan dalam keangkuhan selalu kau katakan : "hukum dan keadilan harus
ditegakkan.........!"
benarkah?
Kau layaknya tuhan,
yang menguasai dunia dari ujung langit hingga ke dalaman samudera,
kau laksana api,
membakar hukum dan keadilan demi kenikmatan sedetik.
Tapi aku tahu,
Aku tahu jiwamu mengangis,
meratap sedih merintih perih,
karena sesungguhnya kau hanyalah setitik debu,
di tengah lautan padang pasir.
Kau tahu negeri ini akan celaka,
tapi kau tak mau menempatkan dirimu di hadapan Tuhan Yang Maha Perkasa.
Aku tahu jiwamu menangis,
dan aku tahu sampai kapanpun kau kan menangis.
16 April 2013
meratap sedih merintih perih,
memikirkan nasib negeri ini.
Aku tahu jiwamu menangis,
negeri ini berguncang berkali-kali,
negeri ini penuh torehan belati,
penuh anak durhaka,
penuh pembunuhan dan pemerkosaan.
Aku tahu jiwamu mengangis,
tapi kau coba tutupi dengan canda dan ketawa,
tak perlu sedu sedan itu,
tak perlu keputusasaan itu,
tak perlu ini dan itu, katanya.
Tapi jiwamu yang menangis sesungguhnya mengerti,
negeri ini akan hancur binasa.
Kau padamkan api cemburu,
kau tusuk pejuang-pejuang suci dari belakang,
bahkan kau corengkan arang di mukamu sendiri.
Dalam kekalutan kau berpetualang,
menebar janji demi setitik kekuasaan,
dan dalam keangkuhan selalu kau katakan : "hukum dan keadilan harus
ditegakkan.........!"
benarkah?
Kau layaknya tuhan,
yang menguasai dunia dari ujung langit hingga ke dalaman samudera,
kau laksana api,
membakar hukum dan keadilan demi kenikmatan sedetik.
Tapi aku tahu,
Aku tahu jiwamu mengangis,
meratap sedih merintih perih,
karena sesungguhnya kau hanyalah setitik debu,
di tengah lautan padang pasir.
Kau tahu negeri ini akan celaka,
tapi kau tak mau menempatkan dirimu di hadapan Tuhan Yang Maha Perkasa.
Aku tahu jiwamu menangis,
dan aku tahu sampai kapanpun kau kan menangis.
16 April 2013
Artikel Terkait
- Website Berandaiklan.com Menggunakan Aplikasi Plugin Pasang Iklan Yang Lebih Baik
- Foto Iqbal Operasi Usus Buntu
- Galeri Foto Iqbal Sakit Usus Buntu
- Foto Iqbal Sakit Usus Buntu
- Foto Iqbal Waktu Operasi Usus Buntu
- Foto Saroji Lagi Kerja
- Galeri Alumnus UNIAT Jakarta Tahun 1991-1998
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Luruh
- Kenangan Di Pancawati - Karawang
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Rindu Nabi
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Selasar
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Aku Yang Celaka atau Kamu Yang Celaka
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Aku Tahu Jiwamu Menangis
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Kabut
- Gallery Presiden Amerika Serikat Barack Obama
- Jendral Besar Soeharto
- Fadhilah Memberi Minum Anjing Yang Kehausan
- Ketika Aku Sendiri
- Biarkan Burung-Burung Itu Bernyanyi Anakku
- Patah Arang
Komentar