Langsung ke konten utama

Entri yang Diunggulkan

Keluarga Presiden

Mengenal Tokoh Munafik, Abdullah bin Ubay bin Salul

Siapa Abdullah bin Ubay bin Salul ? Sehingga saat kematiannya, Allah
melarang Rasulullah untuk menshalatinya.
Betapa Allah begitu rinci memerintahkan umat Islam melalui Rasulullah
dalam hal ini. Sehingga dapat diambil kesimpulan bagaimana Islam
memandang posisi golongan munafiq ini.


Orang-orang yang zahirnya bersyahadat, orang-orang yang mengaku
beragama Islam tapi tindakannya justru mau menghancurkan Islam,
Orang-orang yang mengaku Islam tapi justru hangat dan bersahabat
dengan kaum kufar, orang-orang yang mengaku Islam tapi memusuhi
syariat-syariatAllah.


Berkali-kali Al Qur'an menunjuk orang ini sebagai sosok kontroversi
dalam tutur kata dan perbuatannya yang merugikan Islam dan kaum
Muslimin. Hampir setiap ada fitnah yang menimpa kaum Muslimin di
Madinah selalu ada peran Abdullah bin Ubay sebagai provokatornya,
bahkan peristiwa haditsul ifki (berita palsu) yang menimpa Ummul
Mukminin "Aisyah" ra Al Qur'an mengisyaratkan Abdullah bin Ubay
sebagai pembesar yang mengendalikannya.


Al Kisah, Hingga tahun ke sembilan Hijriyah, sepulang Rasulullah saw
dari perang Tabuk, di akhir bulan Syawwal Abdullah bin Ubay menderita
sakit. Mendengar Abdullah bin Ubay sakit, Rasulullah saw menyempatkan
diri untuk membesuknya. Usamah bin Zaid bercerita: "Saya bersama
Rasulullah saw mengunjungi Abdullah bin Ubay yang sedang sakit untuk
membesuknya.
Rasulullah saw mengingatkan Abdullah bin Ubay "Bukankah saya sudah
melarang kamu dari dahulu agar tidak mencintai orang-orang Yahudi?"
Abdullah bin Ubay menjawab sekenanya, "Dulu Sa'd bin Zurarah membenci
orang-orang Yahudi, kemudian Sa'd bin Zurarah mati."


Rasulullah saw tidak kehilangan sisi kemanusiaan yang bermartabat
meskipun kepada orang yang sering Rasulullah ketahui dari Allah SWT
sebagai pembuat masalah dan fitnah di dalam barisan kaum Muslimin.


Secara zahir Abdullah bin Ubay menunjukkan dirinya sebagai seorang
Muslim, maka ia berhak mendapatkan hak keIslaman itu dengan dibesuk
ketika sakit.


Pada bulan kerikutnya, bulan Dzulqa'dah Abdullah bin Ubay wafat. Anak
lelaki Abdullah bi Ubay, yang bernama Abdullah bin Abdullah bin Ubay
datang menemui Rasulullah saw, meminta salah satu kain Rasulullah saw
untuk dijadikan sebagai kafan bagi Abdullah bin Ubay, ayahnya. Dan
Rasulullah saw mengabulkan permintaan itu dan memberikan kainnya
kepada Abdullah bin Abdullah bin Ubay untuk menjadi kafan bagi jenazah
ayahnya.


Kemudian Abdullah bin Abdullah juga meminta agar Rasulullah saw
berkenan datang menshalatkannya. Maka Rasulullah saw datang untuk
menshalatkan jenazah itu. Ketika Rasulullah saw berdiri hendak
menshalatkannya, Umar bin Khaththab menarik baju Rasulullah saw dari
belakang dan berkata: "Wahai Rasulullah, Engkau akan menshalatkannya?
Bukankah Allah melarangmu untuk menshalatkannya?

Rasulullah saw menjawab: "Sesungguhnya Allah SWT memberikan kepadaku
dua pilihan kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan
ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun
bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan
memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka
kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada kaum yang fasik. (QS at-Taubah:80)
Dan saya akan menambahnya lebih dari tujuh puluh kali.
Umar berkata: "Sesungguhnya dia itu orang munafiq". Setelah Rasulullah
saw menshalatkannya, barulah turun ayat: "Dan janganlah kamu
sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara
mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya.
Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka
mati dalam Keadaan fasik. (QS. At-Taubah:84)


Rasulullah saw menshalatkannya ketika itu karena memperlakukannya
secara zahir, yaitu pengakuan Abdullah bin Ubay bahwa ia seorang
Muslim. Dan Islam mengajarkan ummatnya untuk memperlakukan manusia
sesuai dengan kondisi zahirnya, urusan hati dan batinnya adalah
kewenangan Allah SWT.


Bisa juga dimaknai bahwa Rasulullah saw menshalatkan Abdullah bin Ubay
tokoh munafiq itu untuk menghormati anaknya Abdullah bin Abdullah bin
Ubay yang merupakan salah satu sahabat mulia. Sedangkan pemberian
kain Rasulullah saw sebagai kain kafan Abdullah bin Ubay bisa difahami
sebagai pembuktian karakter Rasulullah saw yang tidak pernah menolak
permintaan siapapun selama Rasulullah saw memilikinya. Bisa juga
difahami bahwa Rasulullah saw tidak pernah melupakan kebaikan Abdullah
bin Ubay, tokoh munafiq itu- di samping keburukannya yang tidak
terhitung.


Bagi Abdullah bin Abdullah bin Ubay kematian ayahnya itu menjadi salah
satu bukti bahwa berbakti kepada orang tua tetap dilakukan oleh
seorang anak, meskipun ia tahu bahwa ayahnya bergelimang dosa dan
berlumur maksiat. Selama orang tua itu tidak menyuruhnya berbuat
maksiat atau melarangnya beramal shalih.

Wallahu a'lam.

Artikel Terkait

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencintai, Berawal Dari Keyakinan

2004, Siang itu istriku duduk melamun di beranda, aku dekati dia dan bertanya mengapa ? Dia hanya menggelengkan kepala tanpa mengeluarkan sepatah kata. Tapi aku mengenal lahir batin istriku, aku tahu keresahannya, tahu gejolak keinginannya. Anak-anak sudah semakin besar, kebutuhan ekonomi harian kian bertambah, dan dulu sebelum krisis moneter aku adalah seorang buruh pabrik dengan gaji pas-pasan namun masih cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Namun semenjak krisis moneter, pabrik tempatku bekerja bangkrut total, dan seluruh karyawan terkena PHK. Istriku yang dulu satu pabrik dengan saya juga ikut terkena imbasnya, sama-sama menjadi pengangguran. Istriku memilih tinggal di kampung untuk membesarkan anak-anak bersama Bapak mertuaku yang saat itu sudah amat tua. Sesungguhnya hidup di kampung itu lebih tentram dan nikmat kalau kita tidak punya pikiran dan keinginan yang neko-nekn, karena kebetulan istriku mempunyai sepetak sawah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup selama mus...

TUHANKU

Hidupku adalah perjalanan laksana menuju sebuah cakrawala mestinya jiwaku melangkah hingga jauh menembus langiu dan warna hatiku adalah sebuah kerinduan yang dalam dan mestinya aku bertekad hati selain Engkau adalah cintaku tak mungkin. Dengarkanlah kerinduan-kerinduan ini yang menjadi desah kecewa dan tangis setiap hari hati ini adalah bunga-bunga cinta ada getarnya ada geloranya mestinya bukan suara lagu tapi tasbih yang mengalun abadi yang menelusuri darah, daging, dan relung sukma alunnya biar abadi tak lekang karena suka dan duka. Aku berjalan mencapaiMU inilah baktiku tiada rasa jemu inilah cintaku sekedar yang aku tanam dan aku sirami tiada mengelu keluh inilah pujanku sebatas kefasihan lisanku tiada aku kelu Tuhanku.... Jakarta 30 April 1992

Sisa

Puingku adalah sisa sisa kehancuran kegagalan yang tampak makin membawa kegundahan hati tak bernilai segenap bakti tak berguna segala daya hanya kehancuran tampak di mata pedih menjadi kenangan kehancuran itu tak terlupakan. Wahai mendung yang kelabu mengapa tak juga mencurahkan air hujan kau buat hati ini sendu atau puingku itu biarlah menjemput mautku agar sesal itu terasa berlalu tapi kematian dalam puing itu tak mungkin bukan? Tak mungkin juga aku harus menangis meratap biar cinta itu menjadi berhamburan Sisaku biarlah daya yang masih tersisa. Oh segenap cintaku ku nyalakan lilin di malam gelap ku hadirkan untukmu seberkas cahaya terbitlah warna kesucianmu lihatlah kedua tanganku menengadah apa yang selama ini aku dambakan tak lain hanya kedamaian Hanyalah kedamaian itu saja. Pemalang 17 Desember 1990

Surat Al-Hijr (Daerah Pegunungan) Dan Terjemahan

بسم الله الرحمن الرحيم Alif, laam, raa. (Surat) ini adalah (sebagian dari) ayat-ayat Al-Kitab (yang sempurna), yaitu (ayat-ayat) Al Quran yang memberi penjelasan. Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka). Dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan. Tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan(nya). Mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Al Quran kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila. Mengapa kamu tidak mendatangkan malaikat kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar?" Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar (untuk membawa azab) dan tia...

Rebutan Warisan Dan Tanda Tanda Datangnya Hari Kiamat

Rerebutan Warisan dalam Keluarga dan Tanda-tanda Kiamat Perebutan Warisan dalam Keluarga dan Tanda-tanda Kiamat Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani (qs) Hari Jum'at, 5 September 2008 Fenton, Michigan-Amerika Serikat Para ayah dan ibu bertengkar … Untuk apa mereka bertengkar? Memperebutkan harta warisan. Harta warisan menjadi masalah. Awliyaullah, apakah yang mereka lakukan? Para orang tua memberikan harta waris sebelum wafat agar anak-anak mereka tidak bertengkar. Atau para orang tua membagikan harta warisan tapi bukan kepada anak-anak mereka. Mereka memberikannya kepada orang lain. Jadi, untuk apa mereka bertengkar? Untuk memperebutkan harta warisan. Meskipun berasal dari ayah dan ibu yang sama, anak-anak itu pun mulai bertengkar. Jadi, uang kalian menjadi musuh kalian. Harta yang kalian tinggalkan menjadi kutukan (fitnah) atas kalian di dalam kubur. Karena, kalau anak-anak menerima harta waris dan menggunakannya untuk kepentingan yang jahat atau untuk narkoba atau hasrat-hasrat buruk l...

Mengapa Jendral Nasution Tidak Menjadi Presiden?

Tatkala Indonesia berhasil mengatasi peristiwa G-30-S/PKI, di bawah Komando Panglima KOSTRAD, Mayor Jenderal Soeharto, menurut penuturan Sujarwo, selanjutnya Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Jenderal Abdul Harris Nasution, bertindak cepat. Jenderal berbintang empat inipun merespons tuntutan mahasiswa dan rakyat, agar segera dilakukan pergantian Pimpinan Nasional. Setelah melalui proses tarik-ulur di dalam tubuh MPRS dan DPR-GR, Jenderal Nasution berhasil membawa Soeharto menempati posisi Pejabat Sementara Presiden (1967). Selaku Ketua MPRS, Jenderal A.H. Nasution menyampaikan penunjukkan Ketua Presidium Kabinet Ampera, Letnan Jenderal Soeharto itu kepada Presiden Soekarno. Dalam percakapan antara Presiden Soekarno dengan Jenderal Nasution tersebut, sempat ditanyakan alasan Ketua MPRS memilih Soeharto. Dengan tegas Nasution menyampaikan bahwa selama ini Soeharto memiliki reputasi militer yang sangat baik. Selain itu telah berhasil mengatasi kemelut yan...

Bukti Keberadaan Tuhan

Beriman bahwa Tuhan itu ada adalah iman yang paling utama. Jika seseorang sudah tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang nyata. Benarkah Tuhan itu ada? Kita tidak pernah melihat Tuhan. Kita juga tidak pernah bercakap-cakap dengan Tuhan. Karena itu, tidak heran jika orang-orang atheist menganggap Tuhan itu tidak ada. Cuma khayalan orang belaka. a. Kisah Ulama dan Atheist Ada kisah zaman dulu tentang orang atheist yang tidak percaya dengan Tuhan. Dia mengajak berdebat seorang alim mengenai ada atau tidak adanya Tuhan. Di antara pertanyaannya adalah: "Benarkah Tuhan itu ada" dan "Jika ada, di manakah Tuhan itu?" Ketika orang atheist itu menunggu bersama para penduduk di kampung tersebut, orang alim itu belum juga datang. Ketika orang atheist dan para penduduk berpikir bahwa orang alim itu tidak akan datang, barulah muncul orang alim tersebut. "Maaf jika kalian menunggu lama. Karena hujan turun deras,...

Iman, Sabar Dan Syukur

Iman, Sabar dan Syukur Iman terbagi dua, separo dalam sabar dan separo dalam syukur. (HR. Al-Baihaqi) Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada. (HR. Ath Thobari) Tiga perkara berasal dari iman: (1) Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan "Laailaaha illallah" karena suatu dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam karena sesuatu perbuatan; (2) Jihad akan terus berlangsung semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau keadilan seorang yang adil; (3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu Dawud) Tiada lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya, dan tiada lurus hatinya sehingga lurus lidahnya. (HR. Ahmad) ===