Hari Senin, ketika itu, dunia berguncang dahsyat. Seorang kekasih,
seorang Nabi dan seorang Rasul terakhir, kembali kepada PenciptaNya.
Sayyidina Muhammad Saw. wafat, setelah beberpa hari beliau sakit.
Seperti kelengangan yang mencekam, sekaligus bayang-bayang
keruntuhan, tetapi juga sebuah tonggak yang hendak ditegakkan. Tonggak
besar sepeninggal beliau. Duka dan harapan bercampur baur. Sebuah
sudut sejarah paling tajam, dalam sirkuit perjalanan perjuangan
membela agama Allah Swt dan RasulNya Sallallahu 'alaihi wasallam.
Saat itulah ummat Islam harus keluar dari kemelut yang begitu besar.
Sekaligus harus memenangkan perjuangan melawan diri sendiri, juga
memenangkan perjuangan melawan musuh-musuh Islam dari luar yang hendak
merampas kekuatan Islam.
Tampillah manusia besar, pahlawan yang tiada tara, mengurai benang
kusut dan membebaskan kemelut yang luar biasa. Abu Bakar ash-Shiddiq
ra, kekasih Rasulullah Saw., pembela dan pendamping selama hidupnya,
yang menenangkan gelombang dahsyat kala itu, hampir-hampir darah
bertumpah, dan api fitnah membubung ke angkasa.
Ia hadir antara duka nestapa dan harapan besar terhadap Rahmat Allah
Swt di masa depan. Ia tampil dengan fitrah dan cahaya. Ia muncul
membentengi bangunan kokoh yang hampir diruntuhkan oleh kekafiran,
kemurtadan dan kemunafikan. Keperkasaan kharisma yag melampaui
kegagahan para panglima perang, tetapi juga kelembutan, cinta dan
kasih saying yang mengungguli jiwa-jiwa kasih yang membumbung ke
angkasa.
Itulah Abu Bakar ash-Shiddiq yang tak pernah membuat kering para
penulis sejarah menggoreskan tinta emasnya. Begitu dekatnya, jiwa,
qalbunya, dan hartanya untuk Allah Swt dan RasulNya, di saat yang sama
begitu kuat dan besarnya tanggung jawab atas keselamatan ummat
sepeninggal Sang Nabi dan Sang Rasul Sallallahu 'alaihi wasallam dunia
akhiratnya, sampai selamat di hadapanNya kelak.
Ketegasan yang teguh dalam membela Sang Rasul Saw. yang tak
terbayangkan dengan kesalehan seorang Sufi yang terus mengalirkan
sungai-sungai air mata yang membelah celah-celah pipinya, membasahi
janggutya, dengan rintihan-rintihan kefanaan, munajat cinta, dan rasa
rindu yang dahsyat kepada Sang Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam. yang
telah mendahuluinya.
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu'anhu, teladan yang tak pernah sunyi
dalam ruang kosong sejarah. Seorang panutan dalam religiusitas yang
menjulang ke langit, seorang yang terbuka (inklusif) dan sangat
demokratis, melebihi para raja dan penguasa dunia kala itu. Tokoh yang
sangat menghargai kearifan lokal, dengan pencahayaan Islam yang dalam.
Negarawan yang gagah nan saleh, tampil sebagai bapak pelindung ummat,
tak kenal kompromi bila harus menghadapi mereka yang hendak merobohkan
pilar-pilar agama yang dibangun oleh Sang Nabi Sallallahu 'alaihi
wasallam.
Namun ia merasakan kesunyian yang dahsyat ketika malam menyelimuti
kegelapan tiba, rindunya bergelora dalam lembah Cinta kepada Tuhan
RasulNya. Dialah Khalifatullah yang sesungguhnya, walau ia dengan
kerendahan hati dan rasa hina dinanya dihadapan Allah Swt, hanya
menyebut dirinya sebagai Khalifah Rasul.
Maka, tak mengherankan jika namanya selalu disebut dalam milyaran
bibir yang bergetar setelah nama Sang Nabi Saw. Semetara milyaran
jantung ummat berdetak, menggetarkan ArasyNya, ketika Hadharat
Al-Fatihah diucapkan setelah Sang Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam.
Berkah-berkah cahaya melimpah, hingga menyirnakan luka-luka sejarah di
masa lampau. Era yang paling sulit dilaluinya, seperti meniti jembatan
Shirathal Mustaqim, ketika di bawahnya berkobar api neraka dunia.
"Jalan Lurus" menuju Allah bersama ummat ketika itu.
Dipanggil Abu Bakar ash-Shiddiq ra, dialah Abdullah bin Abi Quhafah,
Utsman bin Amir bin Amr bin Ka'b bin Taym bin Murrah bin Ka'b Lu'ay
bin Ghalib al-Qurasy at-Taymi. Nasabnya bertemu dengan Nabi Saw. pada
Murrah bin Ka'b. Bertemu nasabnya dengan Nabi Sallallahu 'alaihi
wasallam pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Luai.
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad Saw. Nama yang
sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian
diubah oleh Muhammad Saw. menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah').
Muhammad Saw. memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata
benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Mi'raj yang
diceritakan oleh Muhammad Saw. kepada para pengikutnya, sehingga ia
lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".
Abu Bakar ash-Shiddiq, lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil
Akhir 13 H. Lelaki pertama yang beriman kepada Allah dan Rasulullah
Saw. Setelah Nabi Muhammad Saw. wafat, Abu Bakar menjadi khalifah
Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M.
seorang Nabi dan seorang Rasul terakhir, kembali kepada PenciptaNya.
Sayyidina Muhammad Saw. wafat, setelah beberpa hari beliau sakit.
Seperti kelengangan yang mencekam, sekaligus bayang-bayang
keruntuhan, tetapi juga sebuah tonggak yang hendak ditegakkan. Tonggak
besar sepeninggal beliau. Duka dan harapan bercampur baur. Sebuah
sudut sejarah paling tajam, dalam sirkuit perjalanan perjuangan
membela agama Allah Swt dan RasulNya Sallallahu 'alaihi wasallam.
Saat itulah ummat Islam harus keluar dari kemelut yang begitu besar.
Sekaligus harus memenangkan perjuangan melawan diri sendiri, juga
memenangkan perjuangan melawan musuh-musuh Islam dari luar yang hendak
merampas kekuatan Islam.
Tampillah manusia besar, pahlawan yang tiada tara, mengurai benang
kusut dan membebaskan kemelut yang luar biasa. Abu Bakar ash-Shiddiq
ra, kekasih Rasulullah Saw., pembela dan pendamping selama hidupnya,
yang menenangkan gelombang dahsyat kala itu, hampir-hampir darah
bertumpah, dan api fitnah membubung ke angkasa.
Ia hadir antara duka nestapa dan harapan besar terhadap Rahmat Allah
Swt di masa depan. Ia tampil dengan fitrah dan cahaya. Ia muncul
membentengi bangunan kokoh yang hampir diruntuhkan oleh kekafiran,
kemurtadan dan kemunafikan. Keperkasaan kharisma yag melampaui
kegagahan para panglima perang, tetapi juga kelembutan, cinta dan
kasih saying yang mengungguli jiwa-jiwa kasih yang membumbung ke
angkasa.
Itulah Abu Bakar ash-Shiddiq yang tak pernah membuat kering para
penulis sejarah menggoreskan tinta emasnya. Begitu dekatnya, jiwa,
qalbunya, dan hartanya untuk Allah Swt dan RasulNya, di saat yang sama
begitu kuat dan besarnya tanggung jawab atas keselamatan ummat
sepeninggal Sang Nabi dan Sang Rasul Sallallahu 'alaihi wasallam dunia
akhiratnya, sampai selamat di hadapanNya kelak.
Ketegasan yang teguh dalam membela Sang Rasul Saw. yang tak
terbayangkan dengan kesalehan seorang Sufi yang terus mengalirkan
sungai-sungai air mata yang membelah celah-celah pipinya, membasahi
janggutya, dengan rintihan-rintihan kefanaan, munajat cinta, dan rasa
rindu yang dahsyat kepada Sang Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam. yang
telah mendahuluinya.
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu'anhu, teladan yang tak pernah sunyi
dalam ruang kosong sejarah. Seorang panutan dalam religiusitas yang
menjulang ke langit, seorang yang terbuka (inklusif) dan sangat
demokratis, melebihi para raja dan penguasa dunia kala itu. Tokoh yang
sangat menghargai kearifan lokal, dengan pencahayaan Islam yang dalam.
Negarawan yang gagah nan saleh, tampil sebagai bapak pelindung ummat,
tak kenal kompromi bila harus menghadapi mereka yang hendak merobohkan
pilar-pilar agama yang dibangun oleh Sang Nabi Sallallahu 'alaihi
wasallam.
Namun ia merasakan kesunyian yang dahsyat ketika malam menyelimuti
kegelapan tiba, rindunya bergelora dalam lembah Cinta kepada Tuhan
RasulNya. Dialah Khalifatullah yang sesungguhnya, walau ia dengan
kerendahan hati dan rasa hina dinanya dihadapan Allah Swt, hanya
menyebut dirinya sebagai Khalifah Rasul.
Maka, tak mengherankan jika namanya selalu disebut dalam milyaran
bibir yang bergetar setelah nama Sang Nabi Saw. Semetara milyaran
jantung ummat berdetak, menggetarkan ArasyNya, ketika Hadharat
Al-Fatihah diucapkan setelah Sang Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam.
Berkah-berkah cahaya melimpah, hingga menyirnakan luka-luka sejarah di
masa lampau. Era yang paling sulit dilaluinya, seperti meniti jembatan
Shirathal Mustaqim, ketika di bawahnya berkobar api neraka dunia.
"Jalan Lurus" menuju Allah bersama ummat ketika itu.
Dipanggil Abu Bakar ash-Shiddiq ra, dialah Abdullah bin Abi Quhafah,
Utsman bin Amir bin Amr bin Ka'b bin Taym bin Murrah bin Ka'b Lu'ay
bin Ghalib al-Qurasy at-Taymi. Nasabnya bertemu dengan Nabi Saw. pada
Murrah bin Ka'b. Bertemu nasabnya dengan Nabi Sallallahu 'alaihi
wasallam pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Luai.
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad Saw. Nama yang
sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian
diubah oleh Muhammad Saw. menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah').
Muhammad Saw. memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata
benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Mi'raj yang
diceritakan oleh Muhammad Saw. kepada para pengikutnya, sehingga ia
lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".
Abu Bakar ash-Shiddiq, lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil
Akhir 13 H. Lelaki pertama yang beriman kepada Allah dan Rasulullah
Saw. Setelah Nabi Muhammad Saw. wafat, Abu Bakar menjadi khalifah
Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M.
Komentar