Wahai
indah nian dikau
bagai pucuk-pucuk pinus
di pojok bukit
di pojok kampung
yang bergoyang ditiup angin.
Wahai
andai saja ku kenal engkau
ku jabat engkau
ku sapa engkau
ku buka hati beku engkau.
Aku Sang Pengelana
datang bersama angin
bertiup dari pesisir laut.
Wahai
indah nian kau
tapi kau diam bagai batu
tapi indah bagai burung-burung.
Mesti ku ucapkan salam ?
Atau ku mantrakan rayuan ?
Wahai
ternyata kau hanya angin
yang berhembus di antara tumpukan batu
yang kau sapa
Wahai
sekiranya engkau angin
tiuplah kapalku agar layar terkembang
meninggalkan bandara, menjauh
mengarungi lautan biru
menuju kampung halamanku.
Wahai
semoga kau mengerti
betapa lelahnya jiwa raga ini...
Bogor
19 Juni 1995
indah nian dikau
bagai pucuk-pucuk pinus
di pojok bukit
di pojok kampung
yang bergoyang ditiup angin.
Wahai
andai saja ku kenal engkau
ku jabat engkau
ku sapa engkau
ku buka hati beku engkau.
Aku Sang Pengelana
datang bersama angin
bertiup dari pesisir laut.
Wahai
indah nian kau
tapi kau diam bagai batu
tapi indah bagai burung-burung.
Mesti ku ucapkan salam ?
Atau ku mantrakan rayuan ?
Wahai
ternyata kau hanya angin
yang berhembus di antara tumpukan batu
yang kau sapa
Wahai
sekiranya engkau angin
tiuplah kapalku agar layar terkembang
meninggalkan bandara, menjauh
mengarungi lautan biru
menuju kampung halamanku.
Wahai
semoga kau mengerti
betapa lelahnya jiwa raga ini...
Bogor
19 Juni 1995
Komentar