Wahai malam yang dingin
sebelum terlanjur diriku menjadi beku
karena bersatu denganmu
tidakkah kau hendak buka tabir rahasiamu
agar hati gersang ini mengerti hakikatmu
karena dalam keresahan ini
jasad rapuh masih takut dijemput maut.
Aku mengerti
mati adalah saudara kandung hidupku sendiri
tapi aku ngeri
jangan-jangan matiku adalah siksa abadi.
Wahai malam yang dingin
kau tetap diam dan makin dingin
bagai monster yang bergigi taring
menikam sumsum dan jantung hatiku
hingga aku tak sadarkan diri
terbuai dalam mimpi
tapi hati ini masih merasa
tapi tak kurasakan lagi dingin anginmu
tak kusadari desah nafas terakhirku
hati seperti melihat puing-puing hancur
memandang langit yang tinggi.
Ya
dalam sunyimu
ketika mataku tak lagi melihat indahnya warna-warna
dalam ketidakberdayaanku
dan dalam matiku
ternyata aku tetap ada
aku tetap ada
itulah jiwaku
Bogor
19 Juni 1995
Komentar