HARI DEMI HARI
Hari demi hari
ku rasakan jazad ini mendekati mati
usia setumpuk telah terkikis angin musim
lembar-lembar hidup telah terlewati
dan bait-bait kebijaksanaan telah terlukis di sanubari
Tapi hari demi hari
ku rasakan hidup ini belum punya arti
orang-orang tercinta belumlah lagi terbalas budi
hati jiwa ini penuh lumpur noda caci
Ku rasakan siang semakin hilang
bentang malam yang agung semakin sempit
keringat dan air mata telah habis tercurah
demi pengembaraan hidup yang entah sampai kapan
Kalimat apa yang mesti ku ucapkan pada ayah bunda
tidaklah mungkin sekedar mengeja kata-kata dari orang
kejayaan apatyang mesti aku banggakan bagi anak dan istri
hidup bagai benalu
bergantung dari kasih sayang orang
siang dan malam
Apakah aku satu dari sejuta orang musafir
mengemis mencari sesuap nasi dalam kepapaan
Negeri Mekah nan elok belum lagi terbayangkan
jazad kurus, layu mati
terpuruk di negeri sendiri
Duh Tuhanku
apakah Kau kayakan jiwaku dalam kemiskinanku,
apakah Kau Ridhoi amalku dalam penderitaanku...
Jakarta
18 September 1994
Artikel Terkait
- Cinta Dalam Perjalanan
- Puisi Patah Hati
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Luruh
- Kenangan Di Pancawati - Karawang
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Rindu Nabi
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Selasar
- Sadar Tapi Tak Sadar
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Aku Yang Celaka atau Kamu Yang Celaka
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Aku Tahu Jiwamu Menangis
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Kabut
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Binal
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Air Mata
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Tuhanku
- Cinta Tak Selamanya Indah
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Sekeping Hati
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Desah Nafas Kecewa
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Makan Itu Cinta!!!
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Kecil, Hidup dan Mati
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Seraut Wajah
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Embun Di Pelupuk Mata
Komentar