LENTERA
Ku acungkan lentera di antara mukaku dan mukamu
kita sama-sama kehilangan arah
perjalanan malam ini panjang dan berliku
ular dan burung hantu berkeliaran di mana-mana
mengintip dan mengancam jiwa
menjadi ketakutan
seperti hidup menjelang hancur binasa
Lenteraku padam seketika
ketika seekor kelelawar menyambar dengan garang
aju berjalan mengendap-endap di kegelapan
mencari dirimu yang hilang seketika
ditelan malam gelap gulita.
Duhai kegalauan
hati ini makin gundah
engkau hilang benar-benar hilang
engkau musnah benar-benar musnah
kalau kau masih ada
tentu kau akan berkata begitu pula
itu aku sangka
karena engkau juga punya hati dan perasaan
tapi aku terpuruk di lereng berbatu
jatuh bergulingan
perih dan berdarah
sakit sungguh sakit
sampai hingga aku tersadar
ketika hari menjelang panas
ketika air matamu menetes di mukaku berdebu
Sudahlah
itulah bisikanmu yang keluar dari hati penuh keluh
malam telah berlalu
tak sepantasnya kita rambah belantara malam berkabut
di sana sepantasnya kita berdiam diri
untuk bersujud dan bertasbih
tak perlu menyalakan lentera
percuma pula berpegang sebatang tongkat
karena di hati kita ada tongkat dan lentera yang abadi
itulah iman kita
iman yang mengilhami perjalanan manusia
menuju kasih Illahi yang suci
Bogor 1997
Ku acungkan lentera di antara mukaku dan mukamu
kita sama-sama kehilangan arah
perjalanan malam ini panjang dan berliku
ular dan burung hantu berkeliaran di mana-mana
mengintip dan mengancam jiwa
menjadi ketakutan
seperti hidup menjelang hancur binasa
Lenteraku padam seketika
ketika seekor kelelawar menyambar dengan garang
aju berjalan mengendap-endap di kegelapan
mencari dirimu yang hilang seketika
ditelan malam gelap gulita.
Duhai kegalauan
hati ini makin gundah
engkau hilang benar-benar hilang
engkau musnah benar-benar musnah
kalau kau masih ada
tentu kau akan berkata begitu pula
itu aku sangka
karena engkau juga punya hati dan perasaan
tapi aku terpuruk di lereng berbatu
jatuh bergulingan
perih dan berdarah
sakit sungguh sakit
sampai hingga aku tersadar
ketika hari menjelang panas
ketika air matamu menetes di mukaku berdebu
Sudahlah
itulah bisikanmu yang keluar dari hati penuh keluh
malam telah berlalu
tak sepantasnya kita rambah belantara malam berkabut
di sana sepantasnya kita berdiam diri
untuk bersujud dan bertasbih
tak perlu menyalakan lentera
percuma pula berpegang sebatang tongkat
karena di hati kita ada tongkat dan lentera yang abadi
itulah iman kita
iman yang mengilhami perjalanan manusia
menuju kasih Illahi yang suci
Bogor 1997
Komentar