BELENGGU
Bertahun-tahun tanganmu terbelenggu
tanpa bisa mengurai ataupun mengeja
huruf demi huruf yang terpajang di dinding istanamu
bahkan belenggu itupun membelenggu kemerdekaanku
hak kebebasanku yang paling hakiki
hingga aku tak dapat melihat apalagi meraba
warna merah dan putih di balik bilik kamarku
hingga aku ragu, seorang tololkah aku ?
Biarpun terbelenggu tapi tanganmu memegang kendali peluru
aku takut di singgasana itu kau lupa diri lupa ingatan
kau arahkan peluru itu membunuh dirimu dan orang-orang di belakangmu
aku yang tak berdaya hanya bisa mendengar
kau tertawa-tawa di antara orang-orang yang merintih kelaparan
tanpa bisa melawan dan menadahkan tangan.
Derita rakyatmu kau pikirkanlah
jangan berpesta pora dengan dalil upacara kebesaran yang hanya seremonial
kau dengan kekuasaanmu bertindaklah
jangan terpaku pada belenggu yang membunuh rakyatmu
akulah saudaramu
bapak ibu dulu membesarkan kita dengan curahan kasih sayang
kakek nenek kita dulu menjadi tumbal perjuangan
sebelum mereka gugur dan sama-sama berdoa
demi keadilan, kemakmuran dan kemerdekaan.
Jangan biarkan tanganmu terbelenggu
karena peluru dan kekuasaanmu bisa memenjarakanku ke balik bilik penjara
hingga aku tersisih dari mereka sesama pejuang
pembela hak asasi dan kemanusiaan
jangan tunggu aku mati
dan orang-orang tak lagi menyanyikan lagu bagimu negeri
karena rakyat kecil bisa marah
mengamuk dan membakar
pada dirimu dan kekuasaanmu
hingga hancur musnah
karena pada hakikatnya
rakyatlah yang memegang kedaulatan dan kekuasaan.
Pemalang 29 Mei 1998
Komentar