Seutas benang engkau ulurkan
dan engkau sulam menjadi sehelai kain yang terhampar
pada hamparan itu engkau lukiskan jiwa kita
dengan warna-warna yang indah.
dan engkau sulam menjadi sehelai kain yang terhampar
pada hamparan itu engkau lukiskan jiwa kita
dengan warna-warna yang indah.
Ketika itu aku memberontak
kekasihku
aku alpa
kau adalah punya bahasamu sendiri
dan kau adalah punya duniamu sendiri
yang tak dapat aku mengerti
karena tak pernah kau mengajari aku
mengeja arti guratan-guratan itu
agar aku dapat memahami apa itu cinta
dan apa itu kasih sayang.
Seutas benang tak lagi engkau ulurkan
tak ada lagi warna-warna yang kau lukiskan
kain itu telag membaluti lukaku
penuh bercak noda darahku
darah perjuanganku
darah peperangan melawan musuh-musuh bangsaku
dan ketika itu engkau ucapkan,
....inilah selembar cintaku
yang menghampar bersama kain suciku
sesuci cintaku padamu
pahlawanku....
Jakarta
21 Juli 1992
Artikel Terkait
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Luruh
- Kenangan Di Pancawati - Karawang
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Rindu Nabi
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Selasar
- Sadar Tapi Tak Sadar
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Aku Yang Celaka atau Kamu Yang Celaka
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Aku Tahu Jiwamu Menangis
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Kabut
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Binal
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Air Mata
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Tuhanku
- Cinta Tak Selamanya Indah
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Sekeping Hati
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Desah Nafas Kecewa
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Makan Itu Cinta!!!
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Kecil, Hidup dan Mati
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Seraut Wajah
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Embun Di Pelupuk Mata
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Doa Suci
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Aku
Komentar