Wanita-wanita tanpa suara
diam terpaku merenungi malam
bau parfum menebar di ruangan
aroma suci bagai di dalam sorga.
Padahal mereka dalam kegalauan
hati berontak menangis meratap-ratap
menyapa tiada kata
kepada siapa berbagi rasa
mengapa begitu hina nasib menjadi kupu-kupu malam.
Entah karena kesengajaan
tangan menggapai-gapai seperti buta mata
bagai cacing-cacing lemah merayapi malam
kemudian lelaki-lelaki jalang menjamah dirinya
merengkuh dengan selembar rupiah
melempar ke lembah hitam.
Hati telah terlanjur terluka
perjalanan hidup terlanjur bernama nestapa
orang-orang suci tak sudi memandang
jerit kepiluan mengalun di langit hampa.
Tapi mengapa menjadi putus asa
dan mereka tak mencoba mengerti
bahwa Tuhan Maha Pengampun dan Maha Pengasih ?
Jakarta
19 Oktober 1994
Komentar