kau agung dan kau perkasa
memandang matamu bagai menatap matahari
tapi sinar matamu bagai cahaya bulan.
Berjuta orang memuja-muja
beratus negara membungkukkan kepala
wahyu itu wahyu nusantara
kau memimpin negeri kaya bagaikan raja.
Bagiku kau bagaikan malaikat
kulitmu tak tersentuh kecuali oleh golongan ningrat
pakaian kebesaranmu selalu harum semerbak
meski kau berorasi tentang kemelaratan dan kebodohan
aku risih merindukanmu
untuk duduk sederajat dan sebangku denganku
aku malu begitu malu
kau puncak segala kekuasa
aku puncak segala ketidakberdayaan.
Matahari selalu terbenam di sebelah barat
tempat ka'bah dimana aku berkiblat
amanat kekuasaan kau genggam hingga senja
dimana malam gelap sebentar lagi menjelang.
Tapi ternyata kau tidur terlena
sejarah emas dulu kau ukirkan
kini berbalut sampul darah dan air mata
beribu orang dulu kau hinakan
beribu orang kini menghujat.
Tapi aku tetap risih merindukanmu
bangku dan kursimu jauh berbeda
dan aku malu sungguh malu
kau puncak segala kezaliman
tapi hukum tak berani menjamah
itu satu suara dulu aku titipkan
sekedar menunjukkan aku warga negara yang taat
itu satu juta harapan aku impikan
ternyata keadilan dan kemakmuran hanya mimpi belaka.
Ternyata kau bukan raja
bukan pula seorang panglima
aku tidak tahu menyebutmu apa
karena dari ujung kaki hingga ujung kepala
penuh dengan gelar tanda jasa
beribu gelar kau sandang
beribu penghargaan kau genggam
ini negeri milik siapa
kau bilang, ini negeriku
rakyat bilang ini negeri kami
Nelson Mandela bilaog itu negerimu.
Aku tidak punya negeri
karena aku tidak dapat membagi
aku masih ingat kyaiku saat mengaji
segala puji milik Allah
yang memiliki dan mengatus seluruh alam semesta
kekuasaanmu hanyalah titipan
bahkan tipuan...
Tapi aku masih ingat
kau bertindak luar biasa
menggenggam negeri ini dengan tipu daya
dengan pengorbanan darah dan nyawa
dan ternyata kau tak ingat
bahwa semua itu kelak di pertanggungjawabkan
di hadapan negeri sendiri dihadapan AIIAH SWT
Pemalang
12 Desember 1998
--
CREATED BY :
MUHAMMAD SAROJI
Artikel Terkait
- Puisi Patah Hati
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Luruh
- Kenangan Di Pancawati - Karawang
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Rindu Nabi
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Selasar
- Sadar Tapi Tak Sadar
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Aku Yang Celaka atau Kamu Yang Celaka
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Aku Tahu Jiwamu Menangis
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Kabut
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Binal
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Air Mata
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Tuhanku
- Cinta Tak Selamanya Indah
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Sekeping Hati
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Desah Nafas Kecewa
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Makan Itu Cinta!!!
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Kecil, Hidup dan Mati
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Seraut Wajah
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Embun Di Pelupuk Mata
- Catatan Kecil Sang Narapidana : Doa Suci
Komentar